Udara di tiap ruas persimpangan kota reog menebar aroma yang sama dari kota kelahirannya. Mengingatkannya pada tiap ruang memori yang telah lama terkunci rapat. hal yang seharusnya aku benci.
Ia berlari diatas sebuah jembatan harapan yang mulai rapuh dengan tanpa malu menggandeng tanganku yang dingin. Senyumnya mengisyaratkan bahasa pahit, tidak ada ketulusan walau bibirnya selalu tersungging dalam keheningan sekalipun. tidak ada yang tahu bagaimana membiarkannya pergi dari hidupku, apalagi mengusirnya tanpa belas kasihan sedikitpun.
"dunia tak lagi berjalan maju saat kau benar benar berdiri diambang kenangan manapun" Dia menatapku lalu berlari saat sepatah kalimat terlontar dari tatapan matanya.
"Bara apipun tidak akan berkobar saat kau membekukannya dengan tatapan dingin seperti itu" Aku mendengus, masih memasang telingaku dengan sigap untuk mendengar ocehan recehnya padaku.
"jangan anggap dengusanmu itu suatu kalimat jika kau masih berusaha mengisyaratkan bahasa amarah yang tak kunjung padam" dia lagi. aku masih mencoba mendengar walau pahit pahit itu menyelip diantara manis rasa nyaman diambang jiwaku.Dia yang sepi.
Ibarat petir saat aku hujan turun membaur bumi gersang bukan?.
Ibarat ombak saat aku air menggulung tubuhku menyisiri pantai beralaskan pasir bukan?
Ibarat Angin saat aku dedaunan melambai tubuh diantara puingan udara yang segar bukan?
segelimpang tentang dirinya yang membawaku jauh diatas hidupku yang lain. Dia menerkamku bak cengkraman Harimau dipelataran hutan gelap yang mencekam. Dia yang selalu kuberi satu titik harap untuk tersenyum, untuk terus berdiri tanpa siratan keluh dan kalimat sepi. dan aku masih berharap walau tahu itu kelam. Dia yang sunyi.
Dia itu sepi, sunyi dan Natsu : "try to figure out this life"
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:
Post a Comment