Friday, November 18, 2011

FORever



-        Rafa   -

 “Celana abu abu potongan borju dan seragam putih yang sedikit lusuh. rambut hitamnyanya dipangkas acak acakan layaknya tokoh  utama di film death note. anting hitam menempel di telinga kirinya dan  sebuah gitar putih selalu bertengger di punggungnya. alasan utama yang membuatku berubah menjadi sosok yang bahkan tak ku kenali.  adalah dia.Dirga Reksa Pratama” aku – Rafa.

            Aku bertemu dengannya tepat saat hujan mengguyur sebagian kota tempat kelahiranku. Dia , yang kuanggap asing mencuri jiwaku dengan genggaman tangannya yang menarik pergelangan tanganku. Aku hanya menatap samar tubuhnya yang tinggi memunggungiku. Garis wajahnya begitu tajam menampakkan sebagian tulang rahang yang kokoh. Yang sampai detik ini memberi arti tersendiri dalam celah hidupku. Tidak seperti seorang mama yang sibuk dengan serbuk serbuk heroinnya – ataupun papa yang selalu  kupergoki dengan wanita lain selain mama.
            Namun semuanya mulai terasa berbeda saat Dirga membentangkan sebuah tembok pembatas yang membuat hubunganku dengannya meregang. Aku tidak pernah berfikir buruk tentang dirinya sedikitpun sebelum hari itu, saat dia mengenggam tangan Lea tepat dihadapan mataku. Aku hanya berusaha untuk tetap diam. Tetap berdiri dibalik tembok yang ia bangun. Tapi, rasa sakit itu terlalu dalam mencabik hatiku – kau tidak akan pernah tahu rasanya hidup untuk orang lain. Karena aku bertahan hidup hanya untuk Dirga – hanya untuk merajut kenangan sampai waktu dimana aku kehabisan segalanya dalam hidupku.

----------------------------------
-        Dirga   -
            
“kalau bukan karena gadis berwajah oriental yang terpadu dengan mata lembutnya yang tajam. Dengan rambut lurusnya yang halus – dan senyumnya yang indah. Mungkin, aku akan lebih memilih untuk mati. Kau tahu itu kan Rafa?” aku – Dirga

            Sebuah gitar akustik tersandar rapi di sudut kamar yang penuh asap rokok. masih dalam ruang segi empat tanpa udara. Hanya ada sebersit cahaya dari sebagian jendela yang terbuka di sudut ruangan. Menggambarkan seluruh hidupku yang mulai hancur.
            Kertas itu seperti malapetaka untukku, sebuah kertas yang menunjukkan hasil positive pada penyakit yang seharusnya tak pernah tersentuh dalam hidupku. Hidupku yang telah aku jaga agar selalu jauh dari hal bodoh yang berakibat fatal. Saat tersadar dalam darahku tidak tercampur dengan alkohol ataupun heroin aku selalu berfikir bahwa semuanya akan terus baik baik saja. Siapa saja boleh memanggilku anak jalanan ataupun berandalan karena penampilanku ini, namun itu tak lebih dari sekedar caraku mengekspresikan jiwaku, seniku dibidang musik. Karena sebuah tuntutan untuk berperan menjadi bagian dari teman teman bandku – hanya karena aku berteman dengan mereka bukan berarti aku sama dengan mereka. Namun kenyataannya sudah berbeda – saat selembar kertas jatuh ketanganku, saat dokter menvonisku menderita HIV AIDS. Kau tahu rasanya? – aku tidak pernah siap dengan tubuhku yang akan berubah menjadi tengkorak hidup berlapis kulit tanpa daging. Aku ingin mati.
----------------------------------------
when you said that we would be together forever
I though that meant until we died

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Post a Comment