Sunday, January 15, 2012

INVISIBLE


     

     "Lo suka hujan?” Ron menatap Gee nanar, menunggu jawaban dari gadis disampingnya. Tidak ada senyum ataupun sedikit ekspresi peduli pada raut wajah laki-laki itu.
     "Iya, gak ada yang bakal tahu raut wajah apa yang muncul dibawah hujan" Gee menggenggam secarik kertas ditangannya. Matanya masih menyusuri tiap ruas wajah datar laki-laki yang terlihat berbeda dengan laki-laki yang dikenalnya, dulu.
     "Termasuk Kamu Ron, you don't care me" - .
     Hening. Hanya suara hujan dan perih yang terdengar.
     "Buat apa gue peduli sama lo?" - Ron membuka mulut. Mengangkat separuh bibirnya, melempar senyum sinis yang Gee benci.
    
     Diwaktu yang sama. Pandangan Will masih menyapu hujan. Memainkan tiap tetes air dari langit itu ditangannya. Semua hal tentang gadis menyebalkan itu merubah setengah hidupnya,dulu. Ia menatap Punggung Gee semakin jauh meninggalkan Ron dibawah hujan. Will menatap goresan perih disana. Tapi, sama halnya dengan Gee - pisau perih tajam menusuk hatinya lebih cepat dari hari ini. Will membenci Gee. Membenci semua hal tentang gadis itu, sekarang.
     "Apa dia Buta?" Ron memalingkan tubuhnya pada Laki-laki yang tersandar disudut tembok sekolah yang kokoh. Laki-laki berwajah oriental yang begitu dingin. Hidung lancip dan dagu lancip yang terlihat lebih tajam dari miliknya. Matanya hitam pekat tidak seperti matanya yang cokelat, hanya saja Laki-laki itu memang terlihat begitu mirip dengannya jika siapapun tidak menatap mereka lebih jeli.
     "Sudah puas memberi tatapan aneh itu padaku?" Will menatap tajam tubuh Ron yang masih mematung di bawah tetesan hujan yang semakin deras. Ron tersenyum, menghambur ketubuh Will. Memeluk laki-laki itu dengan hangat.
     "Arrrgh, ngapain sih lo?, jangan bilang lo jatuh cinta sama kembaran lo sendiri " Will mengerang keras, mendorong tubuh Ron yang semakin memeluknya erat hingga sedikit menjauh.
     "Gue emang selalu cinta lo Bego, hahaha" Ron merangkul Tubuh Will, menampar laki-laki dihadapannya dan mulai menyipratkan genangan air dibawah sepatu Ket hitamnya ke tubuh Will. Will tersenyum, mengejar laki-laki dihadapannya. Perih itu tidak akan sama dengan semua rasa sayang untuk Ron yang selalu ia miliki dengan tulus.
***
     Matahari terasa lebih cepat menampakkan tubuhnya dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Will menatap hangat sebuah foto persegi di agenda putihnya yang masih bersih. Gadis itu masih tersenyum membalas tatapannya, walau mungkin hanya terlihat didalam potrait mungil yang tidak nyata.
     "Hey Bego, ngapain lo senyum-senyum sendiri?" Ron menyambar ransel ditangan Will dan berlari ke garasi. Sebuah teriakan keras akan membuat Will terlonjak dan mengejarnya tanpa ampun. Hal yang memang seharusnya terjadi di Pagi mereka yang hangat.
     Jalanan terlihat lebih sepi dari biyasanya, atau mungkin ini hanya perasaan Will yang sedikit lebih kacau. Ron masih selalu bersemangat, berbeda dengan Will yang memang terlihat seperti robot yang berjalan - entah kenapa dia terlahir lebih dingin tanpa ekspresi dibanding Ron. Walau terkadang Ron mengeluarkan senjata ampuhnya dengan meniru gaya Will yang terlewat dingin. Senjatanya untuk menaklukkan gadis manapun. Will tersenyum pelan, matanya menerawang langit biru yang begitu luas. Masih teringat senyum Gee yang dulu, yang masih menatapnya dengan hangat. Lalu tanpa sengaja pandangannya membentur punggung Ron. Laki-laki yang tidak pernah tahu semua hal tentang hubungannya dengan Gee, dulu.
     "Apa kau ingat gadis yang kemarin menghampiriku?" Ron memperlambat ayuhan sepedanya, menunggu jawaban dari Will. Walau Will hanya menjawabnya dengan anggukan dan mempercepat ayuhan pedalnya hingga berada jauh dihadapan Ron. Laki-laki yang memang selalu terlihat misterius untuk siapapun, termasuk untuk Ron sekalipun.
     “Will, jangan membuatku membencimu” – Will hanya menoleh dan terus mengayuh sepedanya lebih cepat, tidak akan ada yang berubah dari Will selama tujuh belas tahun berada disamping Ron.
     “Sampai kapan dia berhenti menjadi sok misterius begitu”, Ron mengeluh pelan, lebih mirip dengan gumaman kesal dan gemas.
***
Will menatap sebuah sepatu diujung kelasnya. Pikirannya menerawang jauh pada Sepatu ket putih yang membuat Will dihukum habis-habisan pada MOS dua tahun yang lalu. Karena kesalahan Ron yang memakainya pada acara MOS satu hari sebelumnya- Will menggantikan Ron, karena kondisi Ron yang kurang memungkinkan. Salah satu keuntungan mereka yang terlahir kembar. Hari itu hujan cukup deras,Ia terpaksa harus menerima hukuman Ron untuk berdiri ditengah lapangan dengan dua tangan ditelinga dan satu kaki yang terangkat. Walau Ia yakin Ia membenci hujan atau apapun yang membuatnya risih dan basah kuyup.
Masih jelas dalam ingatannya saat itu, dibawah hujan. Ia pasti tidak salah lihat saat seorang gadis berambut hitam panjang menghampirinya ditengah hujan. Seragam putih dongkernyanya telihat kekecilan karena dia sibuk menurunkan rok Biru dongkernya yang mulai sempit.
“Ron kan?” Dia mengernyitkan dahi. Will tahu gadis itu membaca nama yang tertulis di saku bajunya.
Will menatap tetes hujan dihadapannya, lebih tepatnya tidak akan membiarkan gadis disamping mengusik ketenangannya.
“Kau suka hujan?” – Will menoleh, menatap gadis yang masih menatapnya penuh tanya. Lalu berpaling menatap ke arah kelas yang terlihat mulai sepi.
“Tidak masalah jika kau tidak ingin menjawab. Aku hanya ingin menyampaikan pesan kakak pembina MOS”
To the point aja kenapa sih? Berisik tau!” Will memotong, tatapan tajamnya masih melekat pada gadis itu, berharap gadis itu diam dan tidak mengganggunya lebih jauh.
“Kau memang tampan, tapi sedikit menakutkan” Will menggeram. Namun gadis itu tidak peduli, lalu melanjutkan kata-katanya.
“Aku Gina, panggil aku Gee, lebih tepatnya dieja dengan huruf G E E”
“OK Gee, apa kau sudah selesai?” hampir saja Will menarik rambut gadis disampingnya sebelum tersadar kedua tangannya masih memegang telinganya.
“oh ya, sebenarnya kau boleh pulang” Gee berlari meninggalkan Will yang masih mematung menatap gadis itu, belum selesai dengan kesalnya gadis itu malah menatapnya dan menjulurkan lidah pada Will. Will mendengus kesal, mengambil ranselnya dan melesat ke arah satu-satunya sepeda yang tersisa diparkiran.
***
Sebuah halte di ujung perempatan kota terlihat sepi karena hujan masih mengguyur sebagian wilayah tersebut. Gee duduk disana, mengingat kejadian sehari yang lalu saat Ron tidak memberi tatapan apapun untuknya. Gee masih mematung, menatap hujan dan bayangan Ron di dalam ICU dua tahun yang lalu.
Gee tidak pernah menyangka pertemuan singkatnya dengan Ron harus berakhir dengan Tubuh Ron yang terkapar dengan selang-selang yang menusuk tubuh jangkungnya.Dan semua tahu itu bukan Ron kecuali dia.
“Segelas soda tanpa campuran susu” itu kata terakhir yang diingatnya sebelum jantung Will berhenti – walau Gee masih menganggap laki-laki itu adalah Ron sampai saat ini. Saat itu Gee hanya mengingat tubuhnya yang semakin jauh karena beberapa suster menariknya keluar dari ruangan itu. Hanya samar Gee melihat seseorang dengan seragam bertulis nama Ronni Pratama melesat masuk ke ICU. Lalu semuanya hilang karena Gee jatuh pingsan bersamaan dengan hilangnya Ron dari pandangannya.
Dan dua tahun kemudian Gee menemukan Ron lagi saat melewati gerbang sekolah yang akan menjadi tahun ketiganya di SMA. Sekolah baru milik almarhum kakeknya yang akan ia tempati. Walau mata tajam dan sifat dingin Ron tidak seperti dulu, Gee yakin itu pasti Ron yang Ia suka. Hanya berusaha meyakinkan hatinya sampai saat ini, Ia tidak akan salah. Itu adalah Ron yang dulu ia kenal.
***
Ruang kelas terlihat begitu sepi dari biyasanya. Ron masih duduk menatap punggung Will yang berdiri di pintu kelas menerawang hujan yang turun. Ron tahu Will suka hujan sejak dua tahun yang lalu, entah siapa yang membuatnya berubah dan selalu tersenyum dalam diamnya sekalipun. Hanya selang beberapa bulan sampai kejadian itu hampir merenggut nyawa Will, yang memaksa seluruh keluarga mereka ke Singapura untuk Menemani Will berobat. Untung saja Will masih bisa bernafas lagi sampai saat ini, walau tidak ada lagi senyumnya yang dulu. Sejak kepindahan mereka ke Bandung. Hanya saja Will selalu ditemani sebuah agenda putih dan segelas Soda dalam permainan gitarnya. Dia masih dingin dalam tatapan Ron, Ron tahu Will tidak pernah menjalin hubungan apapun dengan seorang gadis yang sudah banyak tergia-gila padanya. Ron tahu Will punya alasan yang selalu disembunyikannya di agenda putih itu.
“Kau sakit?”Ron tersentak, menatap tubuh Will yang sudah berdiri dihadapannya.
“Aku baik-baik saja”
“Ron, soal gadis yang tadi kau tanyakan...” Will terdiam sesaat, menatap Ron dalam-dalam. Ron bisa merasakan Will yang kesulitan mengatakannya hingga mengambil nafas berulang-ulang.
“Gee?”
Will mengangguk. Memberikan agenda putih ditangannya lalu pergi dan menghilang dibalik pintu kelas. Ron tahu ada yang salah dengan gadis setulus Gee yang selalu meyakinkan Ron untuk menerima gadis itu lagi. Walau jelas-jelas Ron tidak ingat sedikitpun kapan dan dimana Dia mengenal gadis bernama Gee, dan dua tahun lalu entah dengan alasan apa Will selalu memaksa Ron untuk menggantikannya disekolah lamanya dulu. Mungkin agenda putih ini yang akan menjawab semuanya. Will menyembunyikan semua kenyataan itu dari Ron.
***


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Post a Comment