Saturday, February 18, 2012

Belum kelar

      Ini hanya cerita bualan dari nyata pahit manis kehidupan.
Berawal dari tragedi,berjalan dalam nurani dan terhenti dalam ketukan gejolak antologi hati.
     Orang kata, dunia tak adil. Menjalarkan patah demi patah kata yang menusuk jiwa. Si miskin Mereka larang bersekolah, Si kaya mereka kirim menjelajah dunia. Pintar tak lagi adil, Berteman pun tak layak tak dikasih. Apa mau manusia, berpantang pada keadilan, berbaur dengan kedustaan.
    Namun semua berubah saat hitam tak lagi pekat, dan putih tak lagi menyilaukan. Di ujung persimpangan kota gemerlap, dua orang anak menatap langit sore yang sudah membara sejak matahari kembali menenggelamkan tubuhnya.
    Sore itu, di terotoar jalan.
A : Apa kau tahu si kaya tengik itu melempar uang dihadapan wajah mpok Laras?
      (Sambil modar mandir seraya berpikir)
B : Itu Dusta.(mengangkat telunjuk kewajah A). Darimana kau dengar berita itu?. Kau tahu kan bahwa si        kaya tengik itu tidak sekejam yang mereka pikir. Aku mengenalnya. Dia hanya mampu melempar sepatu mahalnya kepunggungku. Kalaupun dia melempar uang, aku akan mengambilnya dengan gesit.
 A : Ah kau ini. Kau memang mata duitan, tapi mpok Laras sempat menangis mengadu pada Hasyim pagi buta tadi. Dia bilang, dunia tidak adil.

(Suasana menjadi sunyi. Mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing masing.)

Mereka ini memang anak kecil. Mana bisa mereka menuduh si kaya tengik yang baru berumur empat tahun adalah orang keji. Lihat saja mereka yang otaknya sudah dicuci oleh kabar kabur berita kekejaman Di layar televisi. Mereka hanya meniru, asyik bermain peran layak detektif dan para jaksa di acara televisi. Saya yang tahu alur ceritanya. Karena saya dalangnya. Mpok laras menangisi dompetnya yang hilang, apa sih arti lemparan uang dari anak berumur empat tahun? bahkan tidak berkaitan sama sekali.
 

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Post a Comment