Langit kali ini memang lebih cerah. Ditambah dengan kesejukan angin malam disela pergantian musim.Yah, Beberapa tahun silam. Aku masih merebahkan tubuhku diatas anyaman tikar dari kayu berukuran persegi panjang yang sudah siap dijadikan karpet sederhana. Malam itu tidak begitu sunyi. Anton masih sibuk memainkan seruling kayu ditangannya. Aminah juga terus menerus merapat pada lampu minyak diujung tikar, berusaha memperindah sulaman bunga dipangkuannya.
"Kau tak bosan menonton kami yang begitu sibuk?"Aminah membuka mulut. Aku tau perempuan itu tidak akan melewatkan komentarnya padaku. Walaupun aku sibuk membaca cerita rakyatpun dia akan menganggapku sedang bermain-main disela kesibukannya.
"Diamlah kau. Aku sedang sibuk merangkai mimpiku yang begitu Indah".
"Apalah gunanya kau bermimpi tapi kau masih terjaga didesa terpencil begini". Anton menaruh serulingnya diatas perutku. Sambil menengadah kelangit, ia kembali meneruskan perkataannya.
"Memang apa yang kau impikan kali ini?". Matanya membulat. Tatapan introgasi yang biyasa Anton tunjukkan padaku. Aku hanya menghembuskan nafas lalu menatap sebuah bintang paling terang dilangit. Sambil terpejam aku mengucapkan dua kata padanya.
"Bangku kuliah".
Anton dan Aminah menatapku tajam. Mereka saling bertatapan sejenak, Lalu terbahak dalam suasana malam yang terasa hambar. Aku tahu mereka akan menertawakan seorang bocah ingusan yang bahkan tidak pernah melihat satupun gedung Universitas yang dibangun dipulau yang didiaminya.
"Cepatlah. Kau akan terlambat Jika terus berjalan seperti siput". Aku memberi tatapan bengis pada Aminah. Berharap perempuan itu tidak lamban dan seenaknya saja. Aku masih sedikit kesal karena Dia menertawakanku semalaman. Rasanya Hampir tercekik karena saudara kembarku yang pintar menganggapku terlalu mulu-muluk. Kupikir memang dia dan Anton yang ketinggalan jaman.
"Aku ingin menikmati hangatnya matahari. Sebentar saja". Suara Aminah membuat Langkahku terhenti. Aku mendengus. Tatapanku beralih pada langit yang menguning karena pancaran cahaya matahari. Memang terlihat begitu menakjubkan. Aku sejenak seperti terhipnotis lalu lupa dengan semua kekesalanku pagi ini. Sontak aku tersenyum sambil menatap kearah Aminah. Dan tanpa sadar, kamipun tertawa.
"Hanya karena cahaya matahari, aku bisa sebahagia ini". Teriakku pada Aminah yang masih terbahak. Aku malu karena hampir saja mengeluh karena dia. Dengan lembut Aminah mengucap sepatah kata untukku.
"Karena hanya dengan Mensyukuri hal yang sederhanapun, Kita bisa bahagia". Ujarnya sambil berjalan Kearahku. Merangkul tangan kananku lalu tersenyum perlahan.
Aku kembali berjalan menyusuri tanah kering diantara sawah yang terbentang. Jarak rumah kami kesekolah hanya setengah kilometer. dengan ditempuh waktu duapuluh menit, kami sampai disana. Tapi hari ini, Aku dan Aminah terlambat. Ini setimpal dengan kebahagiaan yang aku dapatkan karena Keindahan pagi yang ditunjukkan oleh saudara kembarku yang pintar.
to be continue.....NB : Karena gue mulai ngantuk, dan pundakku terasa lelah. TUlisan ini dipending sejenak/. itupun kalau ada yang berminat ingin tahu lanjutan kisahnya --". Good night my lovely blog.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO


2 komentar:
menunggu lanjutannya
terharu --".
terima kasih telah menunggu.
tolong bersabar yah :)
Post a Comment