TokyoDecode


PROLOG

Sunday. 01 : 45 PM at Tokyo

Angin masih terasa berhembus walau terik siang tak membiarkan seragam musim panas Tom mulai basah oleh tetesan keringat di sekujur punggungnya. lampu merah di hadapannya belum juga berganti dengan hijau. terpaksa membuatnya lebih bersabar berdiri di ujung penyebrangan terakhir yang menghubungkannya dengan sehektar taman kota disamping apartemen barunya - entah apa tulisan yang terpampang didepan apartemen itu- tentu saja tidak tertulis dalam bahasa yang mudah untuk dieja. Dan Ditempat inilah Ia kembali bernafas. sebuah kota sakura yang menjadi tempat kedua dan mungkin juga terakhir yang ia diami sejak seminggu yang lalu. tepat setelah peristiwa perceraian lily dan peter orang tua kandungnya yang kemudian membuatnya terungsikan dari sebuah kehidupan gemerlap Manhattan. Tom membenarkan letak kacamata bulat dengan lensa tebal dan bingkai hitam yang sedikit terasa kurang nyaman. didalam hatinya masih menghitung mundur angka angka berwarna hijau untuk kendaraan bermotor di sepanjang jalan yang ia sebut dengan "golden way", sebutan yang tiba tiba muncul dalam otaknya karena jalanan itu mengajarinya untuk lebih bersabar dengan sangat ekstra - tentu saja untuk seorang Tommy Wiltson. sebelum akhirnya helaan nafas panjang membawa langkahnya menyebrangi golden way.
Disamping Golden way terlihat Sebuah taman dengan luas satu hektar yang memiliki aroma khas dedaunan yang segar. pohon pohon sakura menjadi penghantar siapa saja yang melewati lorong lorong kecil yang diapit rerumputan hijau di tiap tapak demi tapaknya.  air mancur berbentuk persegi panjang berada di kedua sudut arena taman dengan di temani kursi kursi panjang yang tersedia bagi siapa saja yang ingin melepas lelah ataupun menikmatinya sejenak. di sudut lainnya terdapat lapangan basket dan arena olahraga lainnya seperti bisbol dan banyak lagi. sarang para remaja yang selalu ingin terlihat "keren". - tentu saja tidak berlaku untuk seorang Tommy yang terlihat seperti "si kutu buku".
"sial",  tiba-tiba Tom bergumam pelan hampir menyerupai desisan. sesaat setelah menatap gerombolan lelaki berjas hitam lengkap dengan dasi hitam yang mulai mengintainya dari depan gedung apartemen. Mungkin sebentar lagi dia akan mengerti kenapa dirinya diusir dari Manhattan dan kehidupan populernya. yah, yang dia tahu hanyalah karena tidak ada satupun dari peter dan lily yang ingin membawanya untuk tinggal. sampai suatu ketika seorang lelaki tampan berumur tiga puluhan menemuinya dengan membawa pasport dan tiket pesawat khusus untuknya. lengkap dengan alamat apartemen yang sampai sekarang menjadi tempatnya berteduh. lelaki yang menyebut namanya dengan satu kata, "D". satu satunya orang yang menjadi kepercayaan keluarga Wiltson. Seorang pengintai gelap suruhan peter yang setia.
"Silahkan masuk, tuan Tommy Wiltson" satu dari lelaki berjas hitam itu membuka pintu belakang Limosin hitam yang terparkir di depan pintu apartemen yang namanya sulit di eja. laki laki yang terlihat seperti sopir pribadi pemilik limosin hitam dihadapannya menatap Tom dengan pandangan memohon. berharap Tom segera masuk tanpa menanyakan hal apapun yang menyulitkannya. Dan ditempatnya berdiri, Tom masih sibuk menerka ribuan alasan tentang hidupnya yang mulai aneh - masih berharap dengan masuk ke pintu limo itu hidupnya pun akan kembali normal dan terlihat lebih jelas.
“Kau pasti bingung dengan semua kejadian aneh yang menimpamu minggu terakhir ini” Tom menatap tajam ke arah asal suara itu terdengar. Sambil perlahan memasuki sebuah pintu limosin dengan dengusan kesal. Siapa yang peduli dengan hidupnya yang sudah seperti sampah berserakan. Tom terus memaki didalam hatinya tanpa jeda.
“Kau hanya perlu mencari tahu semuanya dan pikirkanlah baik baik” laki laki paruh baya dihadapannya melanjutkan perkataannya. Menatap Tom dengan sebuah tatapan yang tak mampu diartikan oleh siapa saja yang akan menjadi lawan bicaranya.
“Sebuah tempat kumuh di tengah kota akan menunjukkanmu segalanya. Seorang lelaki tua dan perempuan tua akan menjadi orang tuamu yang baru. Kau hanya perlu memerankan peranmu dengan baik, mereka kehilangan anak mereka beberapa tahun yang lalu, keluarganya jatuh bangkrut dan tidak ada penampungan yang layak bagi mereka kecuali memerankan peran mereka dengan bayaran tinggi” – Akhirnya Tom memalingkan wajahnya ke arah laki laki yang selalu Ia sanjung karena kepintarannya dalam Ilmu tehnologi itu. yang membuatnya menjadi populer dan hidup dalam kehidupan nyaman tanpa kekurangan apapun. Sekali lagi Tom berusaha memahami maksud dari semua perkataan Laki laki  yang biyasa Ia panggil dengan sebutan “Daddy”.
“Baiklah kalau itu maumu. Peter Wiltson” – ada penekanan saat dia mengeja pelan nama sosok Ayah yang dulunya Ia kagumi. Ribuan pikiran aneh tanpa sengaja merasuk di kepala Tom, menjadi kumpulan angka angka code yang membuat kepalanya pening. Kode kode yang membuat ayahnya menjadi kaya raya dan dengan tega membuang anak semata wayangnya ke tempat kumuh. Atau dengan rela menjual anaknya dengan Dollar yang tinggi Yang bahkan tidak bisa mengalahkan kasih sayang orang tua yang tidak pernah Ia dapatkan, sekarang. Kehidupan palsu yang ia jalani selama 17 tahun hidupnya akan membuatnya menjadi orang lain, yang tidak akan pernah berharap apapun dari seorang Peter Wiltson. Seorang Tommy baru yang akan menyulap hidupnya dengan perlahan – dengan sebuah rencana licik yang muncul karena kelicikan lelaki tua dihadapannya.
-  TOKYODECODE   -
Sunday. 01 : 45 PM at London
Sebuah Jam besar di perempatan jalanan London membuat pandangan Lindy membeku. Lima belas menit lagi pesawat yang akan menerbangkannya ke negri sakura akan tinggal landas dari tempat yang menghancurkan seluruh masa kanak kanaknya tanpa ampun. Membuat hidupnya seperti onggokan sampah terabaikan. Sesaat pipinya menyunggingkan senyum datar dengan ribuan makna yang mendalam. satu menit lagi ia akan sampai di bandara, sedikit senang dengan keputusan neneknya yang ingin membawanya ke negri Sakura dengan berbagai alasan yang menurutnya cukup masuk akal. Menemani nenek tua yang sudah rentan untuk belajar menghadapi kehidupan keras tanpa kedua orang tua posessive yang terlalu mengekang kehidupan anak perempuannya – Lindy Rose. Mungkin itulah alasan yang tepat untuknya pribadi, dia ingin bernafas tanpa hambatan seperti remaja lain seumurannya. Dan inilah saat yang tepat untuknya.
“bye London” – ujar Lindy pelan sambil berlari merangkul tangan neneknya melewati tiap ruas lantai beralaskan keramik putih di salah satu Bandara Internasional London. Langkah mereka terhenti di pintu masuk arena pesawat yang mulai terlihat sedikit sepi karena pesawat akan segera berangkat. Tiba tiba Lindy terpaku sesaat.Membuat pandangannya yang cerah terasa datar karena tanpa sengaja membentur gerombolan orang berjas hitam yang mengantri di hadapannya. Pikirannya mulai menjelajahi pernyataan pernyataan konyol dalam otaknya. Berfikiran mereka adalah komplotan teroris atau mungkin FBI yang sedang mengintai penjahat dalam pesawat atau mungkin, atau mungkin dan atau mungkin yang lainnya.
“Silahkan mom” salah satu pramugari yang semampai dan elegan memberi senyuman pada neneknya. Membuat pandangan Lindy beralih ke pintu pesawat hingga melewati beberapa tempat duduk kelas ekonomi yang akan menjadi tempatnya melewati udara. Belum beberapa menit berlalu setelah ia merebahkan tubuhnya di kursi pesawat, Ia sudah membiarkan matanya terpejam agar waktu berjalan cepat dan dengan sekejap ia sampai di kota tujuan saat membukanya.
-  TOKYO DECODE -

Sunday. 04 : 14 PM at Tokyo
Sebuah kota tua di pinggiran negri sakura – memiliki bangunan bangunan menyerupai gedung gedung tua peninggalan eropa klasik. Temboknya berwarna abu abu pudar yang mulai mengelupas dimana mana. Terlihat seperti latar tempat yang biyasa dipakai di film film horror yang menjadi koleksi Tommy. Badan tembok bangunan bangunan itu masih terlihat kokoh dan tegak walau sebagian badannya diselimuti lumut lumut hijau yang pekat. Tidak ada tembok pemisah antara bangunan satu dengan yang lainnya, seperti membentuk satu kesatuan yang kokoh. dan yang paling aneh dari kota ini adalah pada setiap ujung jalan yang bercabang, Disana selalu terdapat Jam besar dengan suara lonceng yang akan berbunyi setiap batang menit dan detiknya menyatu di angka dua belas. Belum lagi tidak ada satu orangpun yang berkeliaran disepanjang jalan itu. hanya sesekali terlihat beberapa orang bersantai di kedai kedai minuman dan makanan di balik kaca transparan yang lebar, dan mereka terlihat kurang peduli dengan limosin hitam dan mobil mobil yang mengikutinya dari belakang. Membuat Tom sedikit lega. Walau kota tersebut terlihat aneh, namun bagi Tom tempat itu terkesan unik dan keren – tentu saja bagi seorang pengagum film film berlatar klasik dan Horror – Tommy Wiltson.
Mobil Limosin hitam milik Peter Wiltsom berhenti di depan sebuah bangunan tua dengan papan besar bertuliskan Diamond Apartmen. Tidak ada yang menarik dari bangunan tua dengan warna usang tak terawat itu. hanya terlihat seorang penjaga berjas hitam rapi berdiri tegak dibalik pintu masuk. Petter berdehem sejenak sambil menetap ke arah apartemen tersebut. Seperti mengisyaratkan sebuah petunjuk bahwa tempat itulah yang akan menjadi rumah Tommy di negri sakura. Sebenarnya banyak hal yang ingin Tom tanyakan pada lelaki itu sebelum seorang sopir pribadi Petter membukakan pintu dan mempersilahkannya keluar.
Have a nice day Tommy”, Tangan kekar Peter menyentuh pundak Tom saat tubuhnya keluar dari Limosin hitam itu. Tom hanya berlalu tanpa sepatah katapun yang pantas keluar dari mulutnya. Langkahnya mengikuti seorang penjaga dibalik pintu tadi yang menyambutnya dengan cara penghormatan khas orang jepang pada umumnya. Dan penjaga itu bukanlah orang jepang – pria yang memiliki jenis kulit dan tubuh tinggi seperti Ayahnya. Mungkin orang amerika. Tidak ada yang perlu dibahas dari pria itu. langkahnya masih tak terhenti walau Samar samar Tom mendengar suara deru mobil Peter yang semakin menjauh, tidak ada alasan baginya untuk sekedar melihat mobilnya melaju ataupun sekedar mengucapkan selamat tinggal. Karena hidupnya bukan lagi untuk laki laki tua yang mengabaikannya.
“kamarmu berada di lantai teratas gedung ini. Karena apartemen ini memiliki sebelas lantai, jadi disitulah kau tinggal. Tepat di kamar pojok yang menghadap ke jalan di belakang gedung ini. Dan kau beruntung bisa menawarnya dengan harga yang pas. Dan satu lagi, kau tidak bisa melihat apapun hanya dari pandangan luar matamu saja anak muda. Kau harus benar benar melihat semuanya dari sudut pandang yang berbeda” – penjaga berjas hitam itu mengakhiri perkataannya dengan memegang pundak Tom- walau bisa melihat garis wajah tom yang tidak mengerti dengan ucapan Pria berjas hitam itu. Tidak ada senyuman atau tawa di wajahnya saat menyampaikan kalimat kalimat itu pada Tom. Hanya sebuah ketegasan yang biyasa dilihat Tom pada wajah Peter yang dulu Ia kagumi.
Setelah memberikan sebuah kunci dengan gantungan bulat hitam bertulis DIAMOND-110 dengan warna tinta emas. Tom memasuki sebuah lift tua menuju lantai sebelas lalu menyusuri lorong sempit yang mungkin cukup untuk dua orang yang berjalan berdampingan dengan jarak satu jengkal. Tembok yang mengapit jalan itu adalah tembok berwarna abu abu yang  rata tanpa hiasan apapun dengan sepuluh kamar berjarak sangat luas yang mana batas antara pintu satu dan pintu lainnya adalah sepuluh meter. Lima kamar di bagian kanan dan lima kamar lagi di bagian kiri, Mengapit lorong sempit yang dia lewati.
hey, welcome in decode city” ujar seorang laki laki berkumis dengan kepala botak pada bagian depannya. Rambutnya yang berwarna pirang kontras dengan warna kumisnya yang hitam. Walau bajunya cukup elegan – sejujurnya gaya rambutnya itu tidak pantas bersanding dengan jas cokelat yang terlihat menkilap karena terbuat dari bahan sutra. Sangat kurang pantas. Mata Tom melekat pada tubuhnya yang menonjolkan perut buncit yang lebih terlihat seperti ibu ibu yang sedang hamil sembilan bulan. Entah apa saja yang mengisi perutnya itu walau tentu saja bukan sebuah golden seperti nama apartemen yang ditinggalinya ataupun gantungan kunci bulat yang berada ditangannya. Terlalu tidak penting untuk Tom.
yeah, hey” Akhirnya Tom memilih memasuki kamarnya daripada memperhatikan laki laki botak berkumis itu. sesaat sebelum Tom terlonjak karena pintu dihadapannya tidak terkunci. Membuatnya teringat tentang dua orang pemburu harta yang akan berperan menjadi orang tua angkatnya.
“apakah kau Tom Wiltson? “ seorang wanita menghampiri tom sambil mengulurkan sebelah tangannya.
“Sandra” dengan hitungan detik Ia menurunkan tangannya yang tidak direspon oleh Tom. Membuat senyumnya memudar berganti dengan sebersit kecewa.
“masuklah, kamarmu berada di disebelah kiri tepat di samping kamar kami. Mungkin penataannya kurang pas dengan seleramu karena kami menatanya sesuai kesukaan almarhum Dirk anak laki laki kami. Kami berfikir bahwa selera anak laki laki cenderung sama” – wanita itu kembali tersenyum sambil menggiring tom untuk masuk. Tom masih tidak memalingkan pandangannya dari dekorasi Apartemen tua yang sangat menakjubkan. Yang membuatnya membenarkan perkataan penjaga berjas tadi. Ruang apartemen ini tidak memiliki kesan tua sedikitpun. Bahkan terlihat sangat modern. Penataannya menyerupai ruang minimalis dengan gaya yang natural dan pas. Perpaduan antara warna abu abu dan putih. Tidak ada pembatas berupa tembok atau lemari di rumah ini, hanya layar sentuh tembus pandang yang akan memantulkan siaran televisi pada bagian ruang depan yang memiliki fitur lengkap seperti 3D dan mp4 ataupun tema yang kalian inginkan. Ingatan tom langsung tertuju pada konsep film gamer tahun 2009 yang membuatnya terkagum, dan Layar inilah bentuk versi nyata dari film tersebut.  Setelah melewati ruang depan, di ruang tengah terdapat sebuah benda persegi menyerupai handphone yang diatasnya sedang mengeluarkan pantulan cahaya berupa layar persegi empat 14inc yang tembus pandang. Memantulkan fitur email yang sepertinya sedang di acces laki laki bertubuh tegap yang menghampirinya. Kali ini Tom tidak dapat menyembunyikan rasa takjub di wajahnya.
“aku henry. Aku tidak akan mengulurkan tanganku karena aku yakin kau tidak akan membalasnya. Itu adalah soft touchsreen laptop mini berupa handphone, kau boleh memilikinya nanti, saat kau benar benar membutuhkannya. Ayahmu menyediakan beberapa barang dan perlengkapan sekolah di kamarmu, sekolahmu yang baru bernama ‘000 (triple zero) High school’, kau boleh membrowsingnya agar tahu lebih dalam tentang sekolah baru yang akan kau kagumi itu. percayalah Tom, kau tidak akan menyesal berada di decode ini”- henry menghela nafas, menatap Tom yang masih terdiam menatapnya. Sebelum tangan Henry memegang lengannya, dengan sigap Tom mengibaskannya dan berlalu ke arah kamar yang ditunjukkan nyonya Sandra padanya tadi.
Butuh beberapa waktu untuk Tom menerima dua orang asing yang berada satu atap dengannya. Bukan salahnya sikap dingin itu muncul, keadaanlah yang membuatnya menjadi dingin seperti ini. Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk yang serupa dengan miliknya di Manhattan dulu. Tangannya belum ingin menyentuh perlengkapan miliknya di atas keramik abu abu di pojokan kamar. Tidak ada tanda tanda tumpukan bajunya disana, itu artinya wanita yang berperan layaknya ibunyalah yang merapikan perlengkapan sehari harinya ke dalam lemari besar kayu di samping pintu. Karena hanya terlihat kerdus kerdus berukuran sedang dan kecil, Yang sepertinya berisi barang barang elektronik. Ia merasakan otot otot tubuhnya terasa lelah, padahal tidak ada satupun pekerjaan berat yang dilakukannya. Ia hanya sedikit muak dengan semua perlakuan Peter padanya. Sambil memijat keningnya, Tom memejamkan kedua kelopak matanya. berharap dengan membiarkan tubuhnya beristirahat semuanya akan menjadi lebih baik.
-   TOKYODECODE   -
Sunday. 04 : 14 PM at Tokyo
Senja terlihat di sebagian langit ibukota Jepang. Dari jarak inilah Lindy menikmatinya, sambil menatap sebuah menara Tokyo yang menjulang dari kejauhan. Sebuah kedai kopi di sekitar bandara yang menjadi tempatnya melepas lelah bersama nyonya jordan, neneknya. Puluhan atau ratusan orang berlalu lalang di terotoar jalan, rata rata mereka memiliki mata yang sipit dan kulit yang putih khas Asia. Rambut mereka berwarna hitam pekat seperti langit malam.dan Ukuran tubuh mereka tidak terlalu tinggi seperti kebanyakan orang di London yang biyasa Lindy temui. Soal bangunan di kota itu, kebanyakan memiliki Arsitektur bangunan yang menonjolkan budaya khas jepang yang masih kental. Termasuk kedai kopi yang ia singgahi ini. Walau desainnya modern, sebagian dari penataan dan suasanya masih memakai khas jepang. Yang mengagumkan adalah para pelayan wanitanya memakai kimono hitam bercorak merah. Dan pelayan prianya memakai yukata merah bercorak hitam. Sebuah pelayanan khusus bagi sebuah kedai mewah yang kebanyakan pengunjungnya adalah para turis yang baru mendarat di bandara. Memang tempat yang strategis. Seperti pelayanan selamat datang bagi mereka yang ingin menikmati negri sakura ini – walau tidak gratis tentunya.
Sebuah taksi mengantar Lindy dan Nyonya Jordan ke sebuah rumah tua di ujung jalan. Rumah dengan halaman luas yang hijau. Rumah yang tidak terlihat seperti kebanyakan rumah dikota jepang. Bangunannya terlihat seperti rumah kuno peninggalan eropa. Sangat cantik berpadu dengan pohon dihadapannya, Sebuah pohon sakura yang besar dan tua. Lindy tidak ingat bagaimana dia bisa sampai di tempat ini karena tertidur pulas sepanjang perjalanannya dari kedai kopi di samping bandara tadi. Sambil berlari melewati halaman hijau itu, Ia membuka pintu rumah tua dengan sebuah kunci yang ia ambil dari genggaman neneknya.
welcome my new live” teriak Lindy sambil menyerbu sofa abu abu di ruang tengah. Tidak ada yang berubah dari rumah neneknya. Walau sudah sepuluh tahun yang lalu ia datang ke tempat itu bersama kedua orang tuanya yang over possesive. Ia membiarkan tubuhnya merebah diatas sofa abu abu itu sambil menikmati aroma gerimis yang turun, tepat saat neneknya membuka jendela lebar di ruang tengah.
“tidurlah, aku yakin kau sangat lelah” nyonya Jordan mengelus kepala cucu kesayangannya itu sambil membereskan rumah yang sudah seminggu Ia tinggalkan untuk menjemput Lindy di London. Sebenarnya Lindy lah yang memohon padanya untuk membawa cucunya itu tinggal bersamanya, tentu saja lewat sebuah surat yang Lindy rahasiakan dari kedua orangtuanya.
“terima kasih nenek” sebuah senyum terlempar dari wajah Lindy. Memberi pantulan tersendiri dari senyum kasih sayang Nyonya jordan yang meninggalkannya perlahan. Tidak ada yang bisa membuat Lindy berhenti tersenyum kali ini. Kecuali hujan deras di luar yang membuatnya tertidur pulas. Diantara sejuknya hujan di kota Decode.


-to be continue.....-

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

5 komentar:

Anastasia Cynthia T said...

hai hai, ini chen wei ching yang di fesbuk.
eh, aduh. fiksimu cantik bener, beud.
gimana ya?
saia suka sekali dengan tipe cerita yang kae gini, yang sangat deskriptif terhadap latar. dan jujur, saia acungi jempol banget soal penokohannya. terlihat sekali tiap gerak-gerik para karakternya.
terus latarnya yang ganti-ganti itu, bikin ceritanya gak monoton.
saiaaaa sukaaaa :DDD
keep writing.

Natsu said...

hai chen....
makasih banget,
tapi tulisanmu lebih keren, hehe.
aku masih nunggu tulisan tulisan kamu juga lho.. :D :D :D
keep writing too..

Pio Andre said...

Intersting story...
Good idea, Ziefa.
Tinggal typo aja yang lupa mungkin.
Seperti tanda baca titik harusnya diikuti huruf kapital. Penulisan di, disamping--->di samping.
awal dialog juga ditulis dengan huruf kapital ya ziefa, "hey, welcome in decode city" ujar...---> "Hey, welcome in decode city," ujar...
Nafas--->Napas
This will get better through time ^ ^
About the story... i love it. Continue writing, Ziefa.

Natsu said...

oke kak. terimakasih atas kunjungannya juga :)
untuk semua saran dan komentarnya juga pasti sangat membantu kemajuan ziefa.

Keep writing too kak pio ^^
thanks a lot..

Anonymous said...

Bagus sekali ceritanya. Alurnya tak membosankan dan membuat penasaran. Please sambungannya ya, ku tunggu

Post a Comment